Perubahan iklim yang sudah tidak
menentu berdampak pada sulitnya manusia membuat perkiraan perkembangan alam.
Begitupun gerakan penghijauan sebagai upaya antisipasi global warming harus dibumikan
dalam insan pendidikan.
Dampak signifkan dirasakan
bersama dengan tidak mudahnya memprediksi gejolak alam. Ditengah anomali iklim
(cuaca), gerakan penghijauan sekolah sudah menjadi harga mati. Gerakan sejuta
pohon sudah harus mengakar kepada anak didik.
Penghijauan sebagai hasil
kesepakatan mempertahankan keseimbangan ekologis sebagai satu bentuk merawat
dan memelihara ekosistem yang makin terancam. Perlu program gerakan bersama dalam lingkungan sekolah dalam
penanaman dan pengelolaan lingkungan secara terpadu.
Ketaatan akan penataan lingkungan, perlindungan sumber daya buatan,
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya,
keanekaragaman dengan selalu mewaspadai dan mengantisipasi perubahan iklim yang
semaikin absurd. Oleh karena itu sebuah sosialisasi, keteladanan dari discissionmaker (penentu kebijakan)
sekolah dalam mengajak keluarga besar sekolah untuk saling bahu membahu
memberikan kesadaran pentingnya sekolah hijau.
Gerakan satu siswa satu pohon baik dalam pot maupun ditanam di lingkungan,
sesuai kondisi sekolah. Aksi penanaman, pemeliharaan dan perawatan menjadi
tanggung jawab siswa. Disinilah gerakan mencintai kehidupan alam sebagai bentuk
penyadaran bahwa merusak alam (penebangan pohon) dapat berkibat fatal. Seperti
udara yang panas karena kurangnya peneduh, bahaya tanah longsor dan banjir.
Bila perlu budaya sekolah hijau selalu disisipkan dalam materi pembelajaran
baik eksak maupun sosial. Karena sekolah hijau akan berdampak positif pada
segala lini mulai dari hidup sehat, budaya cinta lingkungan, masalah ekonomi
dan sosial. Tinggal bagaimana sekarang warga sekolah mengimplementasikan secara
riil gerakan ”hijau”, yang tidak hanya sekedar wacana tanpa aksi. Semoga!
Sumber Naskah:http://penghijauansma4.blogspot.co.id/
esterga ijo royo-royo...yes!
BalasHapus